Sejarah Sultan Hasanuddin

Sultan Hasanuddin adalah pahlawan nasional Indonesia yang memimpin Kesultanan Gowa di Sulawesi Selatan pada abad ke-17. Beliau lahir pada 12 Januari 1631 dengan nama Muhammad Bakir I Mallombasi Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangape.

Beliau naik takhta sebagai Sultan Gowa ke-16 pada tahun 1653 atau 1655 menggantikan ayahnya, Sultan Malikussaid. Beliau dikenal sebagai pejuang yang berani dan gigih melawan penjajahan Belanda yang ingin menguasai perdagangan rempah-rempah di wilayah timur Indonesia.

Belanda memberinya julukan “Ayam Jantan dari Timur” karena keberaniannya. Beliau meninggal pada 12 Juni 1670 dan dimakamkan di Katangka, Kabupaten Gowa¹. Beliau diangkat sebagai Pahlawan Nasional dengan Surat Keputusan Presiden No. 087/TK/1973, tanggal 6 November 1973.

Kesaktian Sultan Hasanuddin adalah salah satu hal yang membuat beliau disegani dan ditakuti oleh musuh-musuhnya, terutama Belanda. Menurut beberapa sumber, kesaktian Sultan Hasanuddin berasal dari ilmu yang beliau pelajari dari gurunya, Syeikh Sayyid Jalaluddin bin Ahmad Bafaqih Al-Aidid, seorang mursyid tarekat Baharunnur Baalwy Sulawesi Selatan.

Sultan hasanuddin juga memiliki ilmu warisan dari nenek moyangnya yang merupakan keturunan Nabi Muhammad SAW¹. Salah satu kisah kesaktian Sultan Hasanuddin adalah ketika beliau berhasil mengalahkan pasukan Belanda yang dipimpin oleh Cornelis Speelman dengan menggunakan ilmu kebal dan ilmu terawangan.

Beliau juga mampu mengendalikan angin dan ombak untuk menghancurkan kapal-kapal Belanda di laut². Selain itu, beliau juga memiliki ayam jantan yang menjadi lambang keberaniannya dan kesaktiannya.

Ayam jantan itu konon bisa berbicara dan memberi petunjuk kepada Sultan Hasanuddin. Ayam jantan itu juga menjadi simbol perlawanan Sultan Hasanuddin terhadap Belanda yang memberinya julukan “Ayam Jantan dari Timur”.

Inilah beberapa peninggalan Sultan Hasanuddin

Peninggalan Sultan Hasanuddin adalah benda-benda bersejarah yang menjadi saksi bisu perjuangan beliau melawan penjajahan Belanda di wilayah timur Indonesia. Beberapa peninggalan Sultan Hasanuddin yang masih bisa kita lihat sampai sekarang adalah

Museum Balla Lompoa

yang merupakan rekonstruksi dari istana Kerajaan Gowa yang didirikan pada masa pemerintahan Raja Gowa ke-31, sekitar tahun 1936. Museum ini berfungsi sebagai tempat menyimpan berbagai koleksi benda-benda peninggalan sejarah Kerajaan Gowa, termasuk makam Sultan Hasanuddin.

Benteng Fort Rotterdam

yang juga dikenal sebagai Benteng Ujung Pandang atau Benteng Panyyua, yang merupakan benteng pertahanan Kerajaan Gowa yang dibangun pada abad ke-16. Benteng ini kemudian direbut dan diperkuat oleh Belanda pada tahun 1667. Benteng ini menjadi markas komando pertahanan, kantor perdagangan, pusat pemerintahan di wilayah timur Nusantara, dan di sekitar benteng juga terdapat pemukiman penduduk.

Batu Pallantikan

yang merupakan batu alami tanpa pembentukan, terdiri dari satu batu andesit yang diapit dua batu kapur. Batu ini terletak di sebelah tenggara kompleks makam Tamalate. Batu ini dahulu dijadikan sebagai tempat pengambilan sumpah oleh setiap penguasa baru Gowa-Tallo.

Masjid Katangka

yang juga dikenal sebagai Masjid Al-hilal, yang merupakan salah satu masjid tertua di Sulawesi Selatan. Masjid ini terletak di kelurahan Katangka, kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa. Masjid ini digunakan sebagai tempat beribadah dan dahulu digunakan juga sebagai kediaman para aristokrat yang berasal dari Pulau Jawa.

Benteng Somba Opu

yang merupakan benteng pertahanan Kerajaan Gowa yang dibangun pada abad ke-16. Benteng ini terletak di desa Somba Opu, kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa. Benteng ini menjadi pusat perdagangan dan budaya Kerajaan Gowa. Benteng ini juga menjadi tempat penyimpanan senjata dan peralatan perang Kerajaan Gowa.

Nisan dengan seni dan kaligrafi

yang merupakan nisan-nisan makam para raja dan bangsawan Kerajaan Gowa yang terletak di dalam benteng Kale Gowa di Kampung Tamalate. Nisan-nisan ini memiliki seni ukir dan kaligrafi yang indah dan unik.

Perlawanan Sultan hasanuddin

Perlawanan Sultan Hasanuddin adalah peristiwa heroik yang menunjukkan semangat juang beliau melawan penjajahan Belanda yang ingin menguasai rempah-rempah di wilayah timur Indonesia. Perlawanan Sultan Hasanuddin terjadi dalam beberapa tahap, yaitu¹²³:

Perlawanan pertama

yang terjadi pada tahun 1660-1663. Pada saat itu, Sultan Hasanuddin bersama dengan raja-raja sekutunya, seperti Ternate, Tidore, Buton, dan Bone, menyerang benteng-benteng VOC di Sulawesi dan Maluku. Perlawanan ini berhasil mengusir VOC dari beberapa wilayah, seperti Makassar, Selayar, dan Ambon. Namun, VOC mendapat bantuan dari Mataram dan Bugis yang menjadi musuh Gowa. Akhirnya, perlawanan ini berakhir dengan perjanjian Bungaya pada tahun 1667, yang sangat merugikan bagi Gowa.

Perlawanan kedua

Yang terjadi pada tahun 1668-1669. Pada saat itu, Sultan Hasanuddin memimpin perlawanan Makassar terhadap VOC untuk yang kedua kalinya. Namun, perlawanan ini segera dipadamkan, bahkan benteng pertahanan rakyat Gowa, yang kemudian diberi nama Benteng Rotterdam, jatuh dan dikuasai oleh VOC.

Sultan Hasanuddin terpaksa menandatangani perjanjian baru dengan VOC pada tahun 1669, yang mengharuskan beliau menyerahkan sebagian besar wilayahnya dan membayar ganti rugi kepada VOC.

Perlawanan ketiga

Yang terjadi pada tahun 1670. Pada saat itu, Sultan Hasanuddin tidak mau menyerah begitu saja kepada VOC. Beliau kembali mengobarkan perlawanan dengan bantuan dari rakyatnya yang masih setia. Namun, perlawanan ini tidak berlangsung lama karena Sultan Hasanuddin meninggal dunia pada tanggal 12 Juni 1670 karena sakit. Setelah kematian beliau, perlawanan Makassar terhadap VOC pun melemah dan akhirnya berhenti.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *