Sejarah Arung Palakka

Arung Palakka adalah Sultan Bone yang berkuasa dari tahun 1672 hingga 1696. Ia terkenal sebagai pahlawan yang membebaskan kerajaannya dari penjajahan Kerajaan Gowa dengan bantuan VOC. Ia juga membawa suku Bugis menjadi kekuatan maritim yang besar di Nusantara.

Arung Palakka lahir di Soppeng pada 15 September 1634 sebagai putra dari La Maddaremmeng Matinro’e Ri Bukaka, raja Bone ke-13. Ia menikah empat kali dan memiliki banyak keturunan. Ia meninggal di Bontoala pada 6 April 1696 karena penyakit hidung dan dimakamkan di wilayah Gowa.

Perlawanan Arung Palakka adalah upaya yang dilakukan oleh Arung Palakka dan pengikutnya untuk membebaskan Kerajaan Bone dari penjajahan Kerajaan Gowa-Tallo. Perlawanan ini dimulai sejak tahun 1660, tetapi selalu gagal karena kekuatan Gowa yang besar. Pada tahun 1662, Arung Palakka terpaksa meninggalkan Sulawesi Selatan dan menuju Batavia dengan bantuan VOC.

Di Batavia, Arung Palakka bersekutu dengan VOC dan bersama-sama menyerang Gowa-Tallo pada tahun 1667. Persekutuan ini berlangsung hingga tahun 1669, ketika terjadi Perjanjian Bungaya yang mengakhiri perang antara VOC dan Gowa-Tallo. Dalam perjanjian ini, Arung Palakka mendapatkan kembali wilayah Bone dan beberapa daerah lainnya sebagai hadiah dari VOC. Ia juga diakui sebagai raja Bone yang merdeka dan berdaulat.

Perlawanan Arung Palakka memiliki dampak yang besar bagi sejarah Nusantara. Ia berhasil mematahkan kekuasaan Gowa-Tallo yang sebelumnya mendominasi Sulawesi Selatan. Ia juga membawa suku Bugis menjadi kekuatan maritim yang bekerja sama dengan VOC dan menguasai berbagai wilayah di Nusantara, seperti Sumatra, Kalimantan, Maluku, dan Jawa.

Arung Palakka dan VOC adalah sekutu yang bersama-sama menyerang Kerajaan Gowa-Tallo pada tahun 1667. Sekutu ini terbentuk karena Arung Palakka membutuhkan bantuan VOC untuk membebaskan Kerajaan Bone dari penjajahan Gowa-Tallo. VOC sendiri memiliki ambisi untuk menguasai perdagangan di Sulawesi Selatan dan mengalahkan Gowa-Tallo yang menentangnya.

Sekutu Arung Palakka dan VOC berhasil mengalahkan Gowa-Tallo dalam Perjanjian Bungaya pada tahun 1669. Dalam perjanjian ini, Arung Palakka mendapatkan kembali wilayah Bone dan beberapa daerah lainnya sebagai hadiah dari VOC. Ia juga diakui sebagai raja Bone yang merdeka dan berdaulat. VOC sendiri mendapatkan hak monopoli perdagangan dan hak-hak lainnya di Sulawesi Selatan.

Sekutu Arung Palakka dan VOC memiliki dampak yang besar bagi sejarah Nusantara. Ia berhasil mematahkan kekuasaan Gowa-Tallo yang sebelumnya mendominasi Sulawesi Selatan. Ia juga membawa suku Bugis menjadi kekuatan maritim yang bekerja sama dengan VOC dan menguasai berbagai wilayah di Nusantara, seperti Sumatra, Kalimantan, Maluku, dan Jawa.

Kesaktian Arung Palakka adalah salah satu hal yang menarik perhatian banyak orang. Arung Palakka dikenal sebagai sosok yang memiliki keberanian, kecerdasan, dan keterampilan dalam berperang. Ia juga memiliki beberapa benda pusaka yang dipercaya memiliki kekuatan magis.

Salah satu benda pusaka yang paling terkenal adalah Keris La Makkawa atau Tappi Tatarapeng. Keris ini seluruh permukaannya berlapis emas dan sangat tajam serta berbisa. Konon, keris ini mampu membunuh musuh dengan sekali goresan. Keris ini juga merupakan perlengkapan resmi dalam upacara pelantikan dan pengangkatan raja-raja Bone.

Selain keris, Arung Palakka juga memiliki Kelewang (La Tea Riduni) Alameng yang hulunya berlapis emas dan dihiasi intan permata. Kelewang ini selalu dikebumikan bersama raja yang meninggal, tetapi selalu muncul kembali di atas makam dengan cahaya terang. Kelewang ini juga dipergunakan sebagai perlengkapan resmi dalam upacara pelantikan dan pengangkatan raja-raja Bone.

Selain itu, Arung Palakka juga memiliki Tombak (La Salaga) yang pegangannya dekat mata tombak dihiasi emas. Tombak ini merupakan simbol kehadiran raja dan digunakan dalam berbagai upacara adat.

Kerajaan Bone adalah sebuah kerajaan Islam yang terletak di Sulawesi Selatan. Menurut sumber-sumber lontara, kerajaan ini didirikan oleh Manurunge ri Matajang pada tahun 1330 Masehi. Pada awalnya, kerajaan ini belum memeluk Islam dan berada di bawah pengaruh Kerajaan Gowa.

Masuknya Islam ke Kerajaan Bone berawal ketika kerajaan ini tidak dianggap sederajat oleh Kesultanan Gowa yang telah menganut agama Islam. Kerajaan Bone baru akan dianggap setara apabila mau mengikuti Kesultanan Gowa memeluk agama Islam. Raja Bone menolak persyaratan tersebut sehingga timbul peperangan antara dua kerajaan ini.

Dalam peperangan, Kerajaan Bone menyerah dan raja beserta keluarganya dibawa ke Makassar sebagai tawanan. Di sana, salah satu putra raja Bone, Arung Palakka, mendapatkan pendidikan dari Karaeng Pattingalloang, mangkubumi Gowa. Arung Palakka kemudian melarikan diri dari Makassar dan bersekutu dengan VOC untuk membebaskan Kerajaan Bone dari penjajahan Gowa.

Sekutu Arung Palakka dan VOC berhasil mengalahkan Gowa dalam Perjanjian Bungaya pada tahun 1669. Dalam perjanjian ini, Arung Palakka mendapatkan kembali wilayah Bone dan beberapa daerah lainnya sebagai hadiah dari VOC. Ia juga diakui sebagai raja Bone yang merdeka dan berdaulat. Ia kemudian memimpin Kerajaan Bone mencapai masa keemasannya dengan memaksimalkan potensi daerahnya dalam bidang pertanian, perkebunan, dan kelautan.

Kerajaan Bone akhirnya takluk kepada Belanda pada tahun 1905 setelah mengalami beberapa pemberontakan dan perang saudara. Kerajaan ini kemudian menjadi bagian dari Hindia Belanda hingga kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945.

Peninggalan Arung Palakka adalah benda-benda bersejarah yang menjadi bukti keberadaan dan kejayaan Sultan Bone yang berkuasa pada tahun 1672-1696 Masehi. Arung Palakka dikenal sebagai pahlawan yang membebaskan Kerajaan Bone dari penjajahan Gowa dengan bantuan VOC. Ia juga membawa suku Bugis menjadi kekuatan maritim yang besar di Nusantara.

Salah satu peninggalan Arung Palakka yang paling terkenal adalah Keris La Makkawa atau Tappi Tatarapeng. Keris ini seluruh permukaannya berlapis emas dan sangat tajam serta berbisa. Konon, keris ini mampu membunuh musuh dengan sekali goresan. Keris ini juga merupakan perlengkapan resmi dalam upacara pelantikan dan pengangkatan raja-raja Bone.

Selain keris, Arung Palakka juga memiliki Kelewang (La Tea Riduni) Alameng yang hulunya berlapis emas dan dihiasi intan permata. Kelewang ini selalu dikebumikan bersama raja yang meninggal, tetapi selalu muncul kembali di atas makam dengan cahaya terang. Kelewang ini juga dipergunakan sebagai perlengkapan resmi dalam upacara pelantikan dan pengangkatan raja-raja Bone.

Selain itu, Arung Palakka juga memiliki Tombak (La Salaga) yang pegangannya dekat mata tombak dihiasi emas. Tombak ini merupakan simbol kehadiran raja dan digunakan dalam berbagai upacara adat.

Selain benda-benda pusaka, peninggalan Arung Palakka juga meliputi bangunan-bangunan bersejarah seperti Bola Soba, istana kerajaan yang dibangun pada masa pemerintahannya; Masjid Agung Bone, masjid tertua di Sulawesi Selatan yang didirikan pada tahun 1683; dan Makam Arung Palakka, tempat peristirahatan terakhir Sultan Bone yang terletak di Bontoala, Makassar.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *